Senin, 18 November 2013

Tentang Hamba dan Tuhan



Masih ada embun di pagi itu,di sebuah gang kota Klaten  sementara aku menyusuri gang sempit menuju rumah abah (panggilan untuk bapak) angkatku, H. Rachmad.Beliau asli Babel, tinggal di Klaten karena mempersuntingkan gadis Klaten

Nampak dari kejauhan beliau diteras rumah duduk dikursi anyaman rotan, seperti biasa menikmati secangkir kopi dan rokok lintingannya.

"Assalamu alaikum abah" aku menyalami beliau.
"Wa alaikum salam...,eh nak Soer , mari duduk nak dekat abah" pinta beliau kepadaku.
"Iya abah, ini saya bawakan buku yang abah maksud, titipan H Muri" aku menyodorkan sebuah buku kepada beliau.
"Alhamdulillah...akhirnya sampai juga, nanti abah kasih pinjam untukmu nak, tunggu sebentar abah mau ambil buku yang abah pinjam kemarin darimu" kata beliau sambil melangkah ke dalam rumah.
"Iya abah.."

Aku memperhatikan teras beliau yang dipenuhi tumpukan barang-barang. Nampak juga sekumpulan bakul, topi caping dan ranggaman (alat untuk mengetam padi). Aku memperhatikan sebuah kapak belayung (kapak bertuas panjang yang dibalut rotan). Aku memungutnya, antik sekali bentuknya tetapi matanya tumpul dan berurat seperti balur-balur air.

"Nah ini bukumu nak soer " kata beliau mengagetkanku.
"Ini kapak siapa bah, antik sekali pamornya seperti kapak zaman dulu" tanyaku kepada beliau.
"Punya abah, kapak bekas membuat ladang dulu, diminum dulu kopinya, ini abah tuangkan, nantilah abah ceritakan"
Akupun duduk dikursi rotan dekat beliau sambil mendengarkan abah bercerita..

..

Abah sewaktu muda senang berguru, terutama masalah agama dan pencak silat. Beliau berguru dengan Tuan Guru H Yamani asal Banjarmasin. Selain mengajarkan silat beliau juga mengajarkan dengan masalah-masalah ketuhanan.

Siang itu ada acara halal bihalal dirumah H Yamani, undangan yang datang sangat banyak, selain bekas murid beliau juga dihadiri sanak famili dari luar kota.

Selesai acara hajatan abah duduk-duduk santai dibelakang rumah H Yamani bersama murid-murid senior beliau, sambil menikmati buah mangga hasil kebun H Yamani.

Abah meminjam sebilah pisau untuk mengupas Mangga kepada Sukri.
"Sukri pinjam pisaunya" kata Abah.
"Kau kesinilah jauh...!" Sukri berkata karena jarak abah jauh, sedang dia dibawah masih dibawah pohon mangga.
"Lemparlah ketanah.." Pinta abah.
"Iya, sambut ini..!" Sukri melempar pisau, bukan ke tanah tetapi melempar deras ke arah Abah. haaap...hampir saja lemparan melenceng terkena Masri ponakan H Yamani kalau tidak abah tangkap.
"Sini pisaumu...apa-apaan ini" kata Masri sambil merebut pisau dari tangan abah.
"Kau kira aku takut dengan tanah hitam ini Midan!" Kata Midan menyebut pisau itu.
"Coba kau lihat ini...midan!" Masri membuka bajunya, kemudian menyayat nyayat seluruh tubuhnya dengan pisau itu, dan tidak luka sedikitpun, hanya garis-garis merah.
"Sabar bang...bukan begitu.." Kata abah menyabarinya, karena Masri orangnya pemarah.
"Katanya kau pintar silat Midan! Aku tantang kau besok jum'at dihalaman rumahmu, biar kau tahu orang mana aku.." Masri mengacungkan pisau itu ke arahku. Mendengar ribut-ribut, yang lain mendatangi kami dan melerai kami agar tidak bertengkar. Abah disuruh pulang duluan agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan.
..

Pagi itu abah duduk di teras rumah, memegang kapak belayung di tangan. Sekumpulan orang sudah datang, nampak Masri bertelanjang dada dengan dua bilah pisau diselipkan di pinggangnya.

"Hai Midan kesini kau..!" Teriak Masri, yang lain sibuk menyabarinya. Akupun hanya diam memperhatikannya.
"Hai Midan, kau tidak aku memandang H Yamani sudah kuajak kau bertarung..begini kalau kau bisa mengalahkan aku adu ilmu, aku tidak akan menginjakkan kaki lagi dikampung ini" Masri sesumbar.
"Terserah abang..." Sahut abah.
"Sudahlah...tidak usah ribut-ribut, ini salah aku, cari jalan yg baik" kata Sukri menengahi kami.

"Ah sudahlah...kau turuti aku berani kau Midan?!" Masri mencabut belatinya, dan melemparnya ke arah abah kemudian Masri menoreh dan mengiris-iris seluruh tubuhnya.
Abah juga mulai tersulut, kemudian melepaskan baju dan juga mengiris tubuh seperti yang dilakukan Masri. Kami sama-sama mempan senjata.

"Aah...mainan anak-anak itu Midan, lihat ini.." Masri menggenggam belatinya kuat, kemudian membengkokkannya dan memelintirnya.
"Tunggulah disini bang.." Kata abah melemparkan pisau Masri ke tanah, kemudian membawa kapak belayung itu dan menggantungnya dengan seutas tali, di bawahnya abah letakkan piring putih,
"Bang Masri, lihatlah belayung ini.." Kemudian abah memandang mata kapak itu dengan tajam. Perlahan lahan mata kapaknya melemah, mencair dan menetes ke bawah piring itu. Semua mata tertuju..

"Astagghfirullah, Midan! Siapa disini yang jadi Tuhan...?!" Tiba-tiba seseorang menepuk pundak abah dari belakang. Abah kaget dan menoleh..
"Astaghfirullah... Tuanku Haji Yamani?".
..

Sejak saat kejadian itu abah dan Masri menjadi saudara angkat, disaksikan H Yamani. Dan beliau berpesan, janganlah mencari ilmu ketuhanan untuk keduniaan semata, niscaya menjadi kufur dan bisa menjadi kafir.

..

"Begitulah nak Soer...hmm" abah menarik nafas dalam-dalam sambil mengisap rokoknya.
"Jadi begitu ceritanya abah? Luar biasa.." Aku memperhatikan gurat-gurat aliran air di sudut mata kapak, seperti air yang menetes.
"Nak Soer, pelajarilah buku ini agar kau menjadi seorang hamba yang sesungguhnya, janganlah kau menjadi Tuhan, sebab hamba adalah hamba dan Tuhan adalah Tuhan...."
Akupun manggut-manggut dalam diam.
..

16 November 2013
"..tentang hamba dan tuhan"